Monday, April 9, 2007

Ekstravagansa Dan konsep humor para aktor

Ekstravagansa
Dan konsep humor para aktor

Bagi sebagian besar pemirsanya, TV adalah sarana untuk mencari hiburan.Dan AGB Nielsen memberi gambaran bila tayangan humor atau komedi menjadi salah satu primadona di televisi, karena disukai oleh 53 persen pemirsa TV Indonesia, terutama di lima kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja dan Surabaya. Tak heran bila program komedi cukup dominan di berbagai stasiun televisi. Dari suatu sisi, model tayangan komedi malah berhasil menaklukkan ‘realitas rating’, karena ada beberapa program komedi, walau tak mendapat rating dan ‘audience share’ tinggi, tapi tetap dipertahankan oleh srasiun TV yang bersangkutan. Karena humor masih menjadi daya tarik yang kuat untuk menggaet pemirsa.
Kalau melihat logika industri pertelevisian kita, tayangan dianggap bisa menjadi ‘obat’ yang cukup manjur bagi berbagai kelelahan sosial, bencana, dan kekerasan yang membuat hidup terasa lebih berat. Apalagi unsur humor ini amat lentur dan cair, bisa masuk ke eanah apa saja, dari program musik, variety show, hingga sinetron. Acara talkshow yang jingga awal 2000 masih berkesan serius, kini pub sudah ‘diracuni’ humor. Tengok saja acara talk show seperti Bincang Bintang (RCTI), Dorce Show (Trans), Om Farhan (antv) hingga Empat Mata (Trans 7). Bahkan wacana politik yang biasanya berwajah kaku dan formal, mendadak penuh gelak tawa setelah kemasukan unsur humor, seperti yang terjadi pada tayangan News. Com ( Metro TV)
Bila diamati, mayoritas tayangan humor di TV kita masih bertumpu pada kehadiran pelawak atau nama-nama yang selama ini dikenal sebagai komedian. Talk show yang lucu seperti Empat Mata (Trans7) atau SMS (Indosiar), menampilkan host seperti Tukul Arwana dan Indro Warkop, yang sebelumnya dikenal sebagai pelawak Stasiun lain seperti TPI, bahkan jelas menjadi penyaji acara yang menampilkan para pelawak, seperti Ngelaba, Audisi Pelawak Indonesia (API), Saung SOS, dan Team Lo. Indosiar yang telah lama menampilkan lawak tradisional seperti Srimulat dan Ketoprak Humor, kini bahkan menayangkan ulang acara ini.

Kekuataan naskah
Namun konsep yang diusung dalam acara humor seperti Extravaganza justru kebalikannya. Tayangan yang cukup sukses memancing tawa ini ( menurut AGB Nielsen meraih lebih dari 16 persen pemirsa pada jam tayang yang sama pada hari Sabtu malam ) digarap dengan konsep naskah (comedy script) dan mengandalkan akting dan interpretasi pelakunya tak ubahnya para aktor yang memainkan adegan lucu dalam film.
M. Ikhsan, penggagas dan ketua tim kreatif acara ini, menuturkan “ Ketika merancang Ekstravaganza, kami ingin menyajikan semacam terobosan, karena formula humor dalam dunia hiburan berulang pada bentuk yang itu-itu saja. Sementara persaingan yang ada sangat kompleks. Konsepnya tak saja terkait dengan selera pemirsa, aktualisasi cerita, atau perbandingan dengan program lain."
Itulah sebabnya para pemain di Extravaganza dipilih dari personil yang bukan pelawak. Dan mereka memang harus setia pada teks (skenario) yang dibuat oleh tim kreatif. "Tapi kita tetap memberi keleluasaan pada mereka untuk menginterpretasi isi naskah dan berimprovisasi sejauh tidak menyimpang dari benang merah yang sudah kita gariskan. Sosialisasi cerita dan improvisasi biasanya kita lakukan waktu latihan. Ketika take (syuting) sudah tidak ada lagi pengembangan," tutur Ikhsan lagi .
Konsep naskah lucu yang dipersiapkan dengan matang oleh kerabat tim kreatif itulah yang membuat Extravaganza tak henti memancing gelak tawa, walau para pemainnya ( Tota Sudiro, Aming, Tika Priatna, Indra Birowo, Mike Amalia dan lainnya ) tidak berasal dari komunitas pelawak. Bahkan sebelumnya mereka tumbuh dari berbagai latar belakang berbeda. Maia Achmad misalnya, sebelumnya dikenal personil Ratu yang jauh dari urusan melucu di atas panggung, namun begitu bergabung dalam Extravaganza toh mampu memancing tawa juga.
"Tak satu pun dari mereka ini pelawak. Mereka adalah aktor dan aktris, penyiar, penyanyi, pembawa acara dan entertainer lainnya, dengan berbagai karakteristik masing-masing. "Karakter mereka bukan saja cukup kuat secara personal, tapi juga mampu menciptakan evolusi akting secara kolektif. Mereka adalah aktor yang total dalam berperan sesuai karakter (scripter) yang telah dibuat,"," kata Ikhsan.
Hal ini terbukti ketika Tora Sudiro diwawancarai, dia menjawab, “ Saya aktor, bukan pelawak.” Sedangkan Aming, spesialis pemeran banci dalam Extravaganza, dan dianggap sebagai figur yang paling kocak, juga ikut menolak sebutan pelawak. “ Heran juga kenapa kita bisa lucu di Extravaganza, hingga orang mengira kita pelawak. Gue pernah dapat job untuk ngebodor di Hotel Mulia, eh gue udah berusaha melucu setengah mampus, ternyata nggak ada yang ketawa. Malah gue yang ketawa, geli sendiri,” ujar Aming tentang job melawaknya yang gagal.

Variasi komedi
Biar begitu Extravaganza melejit sebagai variety show berbasis komedi. Selain tampil dua kali sepekan, acara ini mampu ‘beranak’ menjadi Extravaganza ABG, yang dimain kan oleh bintang-bintang remaja.
Rahasia keberhasilan Extravaganza mampu menembus kompetisi blantika komedi yang ketat terletak pada content (materi) humornya. Grup ini mampu mengangkat isu-isu hangat yang ada di tengah masyarakat. " Kami harus mencoba memaha­mi kultur industri televisi. Kami harus mewujudkan ber­bagai inovasi, belajar memahami psikologi penonton dan menang­kap momen," ujar Ikhsan lagi. Itulah sebabnya tim kreatif ( yang antara lain beranggotakan Tantri, Toha, Dewi dan Anggi ) memilih menggunakan konsep fragmen cerita yang dibingkai pendek-pendek..Bahannya nisa diangkat dari peristiwa actual yang terjadi di masyarakat, legenda, cerita rakyat atau dari sumber lainnya.
" Untuk merumuskan tema yang dipilih perlu waktu khusus. Biasanya untuk membahas muatan (content) cerita dilakukan hari Rabu dan Kamis. Proses kreatif ini dimulai dari mendesain produksi hingga tayang yang memerlukan waktu kurang lebih 10 hari," tutur Ikhsan lagi.. Tentang pemilihan karakter yang harus dibawakan oleh para pemain, Iksan, yang sebelumnya pernah menjadi personil P-Project itu menjelaskan, “
Menentukan karakter dan peran juga merupakan kerja tersendiri. Kami juga tidak ingin terjadi karakter ganda dalam hal penokohan, sehingga semua karakter dirancang sebegitu ru­pa sehingga tidak tumpang tindih. Makanya semua peran dalam Extravaganza ini masing-masing cukup kuat dan menemukan karakternya secara spesifik." ( Heru Emka )